Kain Sarung Batik yang Diminati Jepang
Cirebon tak hanya dikenal udangnya saja. Batik khasnya juga bisa menggaet minat Jepang.
Selasa, 23 September 2008, 14:58 WIB
Hadi Suprapto, Elly Setyo Rini
Batik Cirebon (ist.)
web tools
smaller normal bigger
Cirebon tak hanya punya udang. Batik Cirebon juga menjadi andalan. Dengan ciri khas warna menyala, batik Cirebon terlihat berbeda dengan batik Yogyakarta maupun Solo. Kebanyakan batik sogan ini berwarna gelap dan dinamis. Mirip dengan batik pesisir utara lainnya, seperti Pekalongan, Lasem, dan Madura.
Lihat saja, batik Tiga Puteri. Kain sarung yang dibatik, menjadi andalannya. Batik ini khas sentuhan tangan-tangan perajin Cirebon.
Adalah Agus Purwanto bersama istrinya, Cony Kurnaeni, yang merintis usaha ini. Agus merintis sejak 11 tahun silam. Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997.
Ia terpaksa banting setir dari usaha kontraktor ke usaha batik. “Awalnya istri saya coba-coba bawa batik Cirebon ke Jakarta,” kisahnya, kepada VIVAnews, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Batik dengan merek “Tiga Puteri” yang dibawanya itu berasal dari keluarga atau kerabat yang sudah lebih dulu terjun ke dunia batik. Itu pun tak banyak, hanya 20-50 potong. Tak lama kemudian, batik Cirebon Agus peminatnya mulai banyak.
Perkembangan bisnis batik Agus dan Cony membuatnya mempekerjakan lima pembatik, setelah tahun kedua. Sekarang, mereka mempunyai 20 pembatik.
Bisnis batik Agus mampu mengantongi omset hingga Rp 100 juta per bulan, dengan persentase keuntungan 20 persen. Produk andalan Agus, kain sarung batik, dibandrol dengan harga Rp 5 juta per kain sarung.
Tingkat penjualan batik mereka semakin meningkat sejak setahun terakhir ini menempati gerai di Grand Indonesia, Jakarta.
Ternyata, batik Cirebon Agus mampu menyita perhatian turis Jepang untuk memborongnya. Ketertarikan turis Jepang pada batik Cirebon sudah berlangsung sejak tahun 1970-an. “Orang tua kami yang menceritakan dan mewariskan pelanggan turis Jepang,” tuturnya.
Agus tak tahu persis mengapa turis Jepang menyukai batik Cirebon. Ia hanya menduga hal itu terkait dengan sejarah orang Jepang yang pernah tinggal di Indonesia.
Sayangnya, Agus mengakui selama ini transaksi penjualan ke Jepang tidak menggunakan dokumen ekspor, tapi melalui jasa pos. Selain karena volume transaksi yang kecil, sebagian besar pembelian dilakukan langsung turis Jepang ke gerai miliknya.
“Orang Jepang suka membeli kain panjang dengan kualitas bagus untuk dibuat pakaian atas, terutama untuk busana musim panas,” kata Agus.
Hampir satu dekade menggeluti bisnis batik Cirebon, Agus mengakui adanya persaingan ketat dengan motif batik cetak (print). Padahal, menurut dia, batik cetak tidak termasuk batik, hanya tekstil yang bermotif batik.
Batik, kata dia, hanya ada dua macam, batik tulis dan batik cap. Jika batik cetak motif batik dalam sehari bisa diproduksi ribuan lembar kain. Batik cap baru selesai setelah dua minggu hingga satu bulan per lembar. Sedangkan batik tulis bisa mencapai tujuh bulan.
Jika Anda berminat dengan batik kain sarung milik Agus, silahkan datang langsung ke Grand Indonesia Shopping Town, Jalan MH Thamrin Nomor 1 Jakarta.
• VIVAnews
JUST ORDINARY BLOGGER
Sabtu, 24 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar